Selasa, 23 Mac 2010

Masjid dan Islamic Center Ramaikan Kota Kecil di Austria


Kehadiran masjid yang juga berfungsi sebagai Pusat Kebudayaan Islam di kota Bad Voslau-sebuah kota kecil di Austria yang masih sangat tradisional-memberi warna bagi kehidupan masyarakat di kota itu.

Kota berpenduduk sekitar 11.000 jiwa ini, berlokasi sedikit di luar kota Wina dan menjadi salah satu kota di Eropa yang menjadi pusat seni Islami, sejak Pusat Kebudayaan Islami dibuka di Bad Voslau pada bulan Oktober tahun 2009. Pusat Kebudayaan itu dibangun di kawasan pemukiman Muslim Turki yang cukup padat di Bad Voslau.

Walikota Christoph Prinz mengatakan, dulu ada tempat untuk salat di Bad Voslau. Tapi lama kelamaan tempat itu tidak memadai lagi karena jumlah komunitas Muslim yang bertambah banyak. Saat ini ada sekitar 900 Muslim Turki atau sekitar 10 persen dari total penduduk Bad Voslau.

Muslim kota itu akhirnya mengajukan permohonan untuk membangun sebuah gedung baru yang akan digunakan sebagai masjid sekaligus Islamic Center. Menurut Prinz, para pemuka masyarakat Muslim Turki di kota itu pertama kali mengajukan permohonan pembangunan gedung itu pada tahun 2006.

"Kami memprosesnya, melakukan mediasi sekitar dua tahun. Selama proses itu, kami berusaha untuk menerima semua pendapat dan pandangan tentang aspek yang berbeda-beda terkait rencana pembangunan gedung tersebut," ujar Prinz.

Tapi seorang politisi lokal mengatakan bahwa proses mediasi sejak awal memiliki kelemahan dan tidak transparan. "Mulanya, ada upaya untuk menutup-tutupi rencana pembangunan masjid itu dari publik. Tapi seorang anggota dewan dari Partai Kebebasan mengekspos rencana ini dan dalam dalam waktu dua minggu berhasil mengumpulkan 1.600 tanda tangan untuk menentang pembangunan masjid itu," ungkap Peter Gerstner, anggota Partai Kebebasan di Austria.

"Tapi walikota tidak mempermasalahkan rencana ini dan menyatakan bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai aturan dan masjid akan dibangun karena kota ini membutuhkannya dalam upaya integrasi," sambung Peter.

Izin pembangunan masjid dan pusat kebudayaan itu akhirnya dikabulkan setelah proses mediasi dengan beberapa persyaratan antara lain, kubah dan menara masjid harus dibuat dengan ukuran kecil, tidak boleh terlihat dari jalan dan untuk itu harus dibangun pagar tembok yang mengelilingi kompleks masjid. Tapi pagar itu tidak jadi dibangun. Kompleks masjid hanya dikelilingi oleh pagar yang tidak terlalu tinggi dan bangunannya nampak dari luar pagar.

Walikota Prinz mengakui bahwa banyak warga di kotanya yang memandang menara masjid sebagai lambang dari dominasi Islam. Sementara Peter mengatakan, sejak masjid berdiri, anak-anak muda Turki bersikap lebih berani dan terkesan ingin mendominasi kota itu. Anak-anak muda Turki itu, menurut Peter, sering mengusir remaja-remaja asli Austria yang mendekat ke kompleks masjid tersebut atau sekedar ingin lewat di taman di dekat masjid itu.

Tapi pernyataan Peter dibantah oleh Direktur Islamic Center, Selfet Yilmaz dan Walikota Prinz. Mereka mengatakan bahwa masjid dan pusat kebudayaan Islam yang dibuka selama 24 jam itu menyambut siapa saja yang ingin datang termasuk mereka yang non-Muslim.

Yilmaz mengatakan, setiap hannya ada sekitar 50 orang dari seluruh penjuru Austria, bahkan dari luar Austria yang berkunjung ke Islamic Center itu. Selain masjid, Islamic Center itu juga menyediakan ruang pertemuan, ruang kelas dan aula untuk kegiatan setelah sekolah bagi komunitas Muslim. (ln/isc/CBN)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan