Makin meningkatnya jumlah orang Aborigin yang memeluk Islam menjadi fenomena tersendiri, meski sejumlah peneliti memperdebatkan perihal makin meluasnya pengaruh agama Islam dan alasan orang-orang Aborigin yang memilih memeluk Islam.
Dalam pertemuan organisasi Society for the Scientific Study of Religion di Baltimore akhir Oktober lalu, sejumlah peneliti dari Religioscope memaparkan kertas kerja mereka tentang pernyataan media dan komunitas Muslim di Australia yang menyebutkan bahwa makin meningkatnya pemeluk Islam di kalangan masyarakat Aborigin, terutama di kalangan anak mudanya, merupakan "kebangkitan" Islam yang melanda suku Aborigin.
Namun laporan sejumlah pakar sosiologi menyebutkan, menurut sensus tahun 1996, 2001 dan 2006, makin banyak orang Aborigin yang memilih "tidak beragama" dibandingkan yang masuk Islam.
Persentase orang Aborigin yang menyatakan beragama Islam lebih sedikit (0,22 persen) dibandingkan jumlah seluruh Muslim di Australia (1,7 persen). Populasi Aborigin yang memeluk Islam juga bervariasi; maayoritas Muslim Aborigin mayoritas kaum urban perkotaan dan kebanyakan adalah kaum lelaki.
Namun para peneliti di Religioscope mencatat bahwa persentase kaum lelaki Aborigin yang melibatkan diri dalam Islam (58 persen) lebih besar dibandingkan keterlibatan mereka dalam agama lain.
Gambaran ini terkait dengan sejarah Islam di Australia. Sejumlah Muslim Aborigin mengklaim mereka membangun kembali identitas sejarah mereka dengan cara masuk Islam, karena ada gelombang perkawinan campur antara pendatang Muslim dengan orang-orang Aborigin pada abad ke-19.
Komunitas Muslim ini adalah para pedagang yang berlayar dari Pulau Celebes (sekarang Sulawesi) di Indonesia dan orang-orang Arab (ketika itu disebut "Afghan") yang menetap di pedalaman Australia.dan dijuluki "Cameleers" atau penunggang unta.
Selain melakukan perkawinan campur, mereka juga berbagi budaya, termasuk sejumlah tradisi dalam Islam. Sensus tahun 2001 sampai 2006 menunjukkan peningkatan jumlah Muslim Aborigin dari 622 menjadi 1.010 orang.
Peneliti dari Religioscope; Helena Onnudottir, Adam Possamai (University of Western Sydney) and Bryan S. Turner (Wellesley College) dalam kertas kerja mereka juga mengungkapkan bahwa identitas Kekristenan pemerintahan Kolonial dan dominansi orang kulit putih atas suku Aborigin kemungkinan menjadi alasan mengapa berdasarkan hasil sensus, persentase orang Aborigin yang memeluk agama Kristen makin menurun. Agama Kristen Pantekosta, aliran Kristen yang paling berkembang di Australia, ternyata tidak mendapat tempat di kalangan masyarakat Aborigin.
Para peneliti itu menyimpulkan, media massa berperan atas pertumbuhan komunitas Muslim Aborigin, yang kini menjadi tren penting dalam perkembangan agama di Australia. (ln/oi)